Jumat, 18 Januari 2013

PENCEMARAN WILAYAH PESISIR AKIBAT LIMBAH DOMESTIK RUMAH TANGGA

0 komentar

1. PENDAHULUAN
Wilayah pesisir dan lautan Indonesia yang kaya dan beragam sumber daya alamnya telah dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia sebagai salah satu sumber bahan makanan utama, khususnya protein hewani, sejak berabad-abad lamanya. Sementara itu kekayaan hidrokarbon dan mineral lainnya yang terdapat di wilayah ini juga telah dimanfaatkan untuk menunjang pembangunan ekonomi nasional. Selain menyediakan berbagai sumber daya tersebut, wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki berbagai fungsi lain, seperti transportasi dan pelabuhan, kawasan industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan permukiman dan tempat pembuangan limbah.
Wilayah pesisir merupakan  kawasan yang memiliki potensi memadai untuk dikembangkan menjadi lebih baik. Dalam kaitan dengan ketersediannya, potensi sumber daya wilayah pesisir dan laut ini secara garis besar dapat dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu sumber daya dapat pulih (renewable resources), sumber daya tak dapat pulih (non-renewable resources), dan jasa-jasa lingkungan (environmental services). Ketiga potensi inilah walaupun telah dimanfaatkan, tetapi masih belum optimal dan terkesan tidak terencana dan terprogram dengan baik.
Di beberapa kawasan pesisir dan lautan yang padat penduduk dan tinggi intensitas pembangunannya terdapat berbagai gejala kerusakan lingkungan termasuk pencemaran, degradasi fisik habitat utama pesisir (mangrove, terumbu karang, estuaria, dll) dan abrasi pantai telah mencapai suatu tingkat yang mengancam kapasitas keberlanjutan ekosistem pesisir dan lautan. Pemanfaatan sumber daya alam dan jasa lingkungan pesisir dan laut untuk kegiatan perikanan, pertambangan, perhubungan, industri, konservasi habitat, pariwisata, dan permukiman, telah menimbulkan berbagai permasalahan yang berpotensi besar memicu konflik kepentingan antar pihak, sehingga berdampak pada kelestarian fungsi dan kerusakan sumberdaya alam.
2. DEFINISI
Wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Seluruh kegiatan manusia yang secara langsung maupun tidak langsung berujung di aliran sungai dan di daerah pesisir mengakibatkan interaksi positif dan negatif terhadap ekosistem pesisir tersebut,salah satunya adalah pencemaran.
Pencemaran pesisir didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan komponen lain ke dalam lingkungan pesisir akibat kegiatan manusia sehingga kualitas pesisir turun sampai ke  tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan pesisir tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Umumnya penyebab terjadinya pencemaran berasal dari meningkatnya produk industri rumah tangga, perluasan kawasan pemukiman penduduk, dan perkembangan kawasan Industri di kota besar, terjadilah akumulasi pencemaran pesisir dan lautan. Hal ini dikarenakan semua limbah dari darat, dari pemukiman perkotaan maupun yang bersumber dari kawasan industri, pada akhirnya bermuara ke pantai. Pengelolaan yang berbasis lingkungan perlu diterapkan agar pencemaran yang terjadi bisa berkurang dan dampak jangka panjang dari wilayah pesisir juga dapat diatasi.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water). Limbah dibagi menjadi limbah cair dan padat. Limbah cair dapat diartikan sebagai hasil buangan yang berbentuk cair atau liquid. Limbah jenis ini dapat dihasilkan dari kegiatan atau proses di dalam rumah tangga, industri, bahkan kegiatan atau proses di dalam pertambangan. Limbah cair lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia senyawa organik dan senyawa anorganik. Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur atau bubur yang berasal dari suatu proses pengolahan. Limbah padat berasal dari kegiatan industri dan domestik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Untuk limbah cair air limbah ini umumnya dibuang melalui saluran / got menuju sungai ataupun laut. Terkadang dalam perjalannya menuju laut, air limbah ini dapat mencemari sumber air bersih yang dipergunakan oleh manusia. Dengan demikian penanganan air limbah perlu mendapat perhatian serius. Selain dapat berbahaya bagi kesehatan manusia, air limbah juga dapat mengganggu lingkungan, hewan, ataupun bagi keindahan.
Aktivitas manusia sehari-hari yang di lakukan seperti mandi, mencuci dan berbagai aktifitas lain yang di anggap remeh namun menghasilkan sisa buangan ternyata dapat membahayakan bagi manusia dan lingkungan khususnya lingkungan pesisir dan laut. Dari sekian banyak aktifitas manusia ternyata yang paling berbahaya adalah limbah rumah tangga. Walaupun aktivitas masyarakat di wilayah pesisir dan limbah industri yang tidak diolah dapat membahayakan perairan laut tapi melihat banyaknya penduduk Indonesia dengan limbah rumah-tangga yang tidak diolah serta dihasilkan setiap hari, Dapat dikatakan kerusakan karena limbah rumah tangga memberikan andil yang lebih besar daripada limbah industri.
Limbah yang dihasilkan oleh suatu kegiatan baik industri maupun nonindustri terkadang dapat menimbulkan gas yang berbau busuk yang disebabkan oleh H2S dan amonia akibat dari proses penguraian material-material organik yang terkandung di dalamnya. Selain itu, limbah dapat juga mengandung organisme pathogen yang dapat menyebabkan penyakit dan nutrien terutama unsur P dan N yang dapat menyebabkan eutrofikasi. Karena itu, pengolahan limbah sangat dibutuhkan agar tidak mencemari lingkungan.
3. JENIS-JENIS LIMBAH PENCEMAR DAN SUMBERNYA
Limbah rumah tangga yang dirasa sangat berbahaya bagi lingkungan antara lain limbah bahan kimia baik dari industri rumah tangga, MCK, emisi gas CO2 maupun aktifitas lain dan pestisida pertanian yang terbawa air limpasan. Secara umum ada tiga jenis input utama limbah cair rumah tangga ke laut yaitu :
  • pembuangan limbah langsung ke laut. Misalnya limbah domestik/permukiman yang berasal dari rumah tangga, perhotelan, rumah sakit dan industri rumah tangga yang terbawa oleh air sisa-sisa pencucian akan terbuang ke saluran drainase dan masuk ke kanal dan selanjutnya terbawa ke pantai. Limbah yang dibuang pada tempat pembuangan sampah akan terkikis oleh air hujan dan terbawa masuk ke kanal atau sungai dan selanjutnya juga bermuara ke pantai. Limbah yang berasal dari kawasan industri baik yang sudah diolah maupun yang belum, juga pada akhirnya akan terbuang ke perairan pantai sehingga dapat mengakibatkan pencemaran pada pesisir dan pantai.
  • air hujan, misalnya kegiatan pencemaran yang dilakukan jauh dari wilayah pesisir dan laut, tapi terbawa oleh awan dan dilepaskan di daerah pesisir dan lautan, contohnya hujan asam, pencucian daratan oleh partikel-partikel lain melalui run off.
  • polutan yang dilepaskan dari atmosfer. Contohnya adalah partikel-partikel maupun gas-gas Co2yang berterbangan dan mendarat di pesisir dan lautan.
Sementara sumber-sumber dari limbah padat sendiri meliputi : pabrik gula, pulp, kertas, rayon, ploywood, limbah nuklir, pengawetan buah, ikan, atau daging. Secara garis besar limbah padat terdiri dari ; Limbah padat yang mudah terbakar,  Limbah padat yang sukar terbakar,  Limbah padat yang mudah membusuk, Limbah yang dapat di daur ulang,  Limbah radioaktif, Bongkaran bangunan, Lumpur.
4. DAMPAK
Berikut adalah dampak negatif dari limbah cair rumah tangga yang masuk ke dalam lingkungan laut :
1.      Eutrofikasi, penyebab terbesar adalah sungai yang bermuara di laut, limbah yang terbawa salah satunya adalah  bahan kimia yang digunakan sebagai pupuk dalam pertanian maupun limbah dari peternakan dan manusia.  Salah satu yang paling sering ditemukan adalah detergen. Eutrofikasi adalah perairan menjadi terlalu subur sehingga terjadi ledakan jumlah alga dan fitoplankton yang saling berebut mendapat cahaya untuk fotosintesis. Karena terlalu banyak maka alga dan fitoplankton di bagian bawah akan mengalami kematian secara massal,  serta terjadi kompetisi dalam mengkonsumsi O2 karena terlalu banyak organisme pada tempat tersebut. Sisa respirasi menghasilkan banyak CO2 sehingga kondisi perairan menjadi anoxic dan menyebabkan kematian massal pada hewan-hewan di perairan tersebut.
2.      Peningkatan emisi CO2 akibat dari banyaknya kendaraan, penggunaan listrik berlebihan serta buangan industri akan memberi efek peningkatan kadar keasaman laut. Peningkatan CO2 tentu akan berakibat buruk bagi manusia terkait dengan kesehatan pernafasan. Salah satu fungsi laut adalah sebagai penyerap dan penetral CO2 terbesar di bumi. Saat CO2 di atmosfir meningkat maka laut juga akan menyerap lebih banyak CO2 yang mengakibatkan meningkatnya derajat keasaman laut. Hal ini mempengaruhi kemampuan karang dan hewan bercangkang lainnya untuk membentuk cangkang. Jika hal ini berlangsung secara terus menerus maka hewan-hewan tersebut akan punah dalam jangka waktu dekat.
3.      Plastik, yang menjadi masalah terbesar dan paling berbahaya. Plastik sering kali terbawa sampaike pesisir oleh saluran pembuangan dan akhirnya ke perairan laut. Banyak hewan yang hidup pada atau di laut mengkonsumsi plastik karena kesalahan,karena tak jarang plastik yang terdapat di laut akan tampak seperti makanan bagi hewan laut. Plastik tidak dapat dicerna dan akan terus berada pada organ pencernaan hewan ini,  sehingga menyumbat saluran pencernaan dan menyebabkan kematian melalui kelaparan atau infeksi. Plastik terakumulasi karena mereka tidak mudah terurai, mereka akan photodegrade (terurai oleh cahaya matahari) pada paparan sinar matahari, tetapi  hanya dapat terjadi dalam kondisi kering. Sedangkan dalam air plastik hanya akan  terpecah menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, namun tetap polimer, bahkan sampai ke tingkat molekuler. Ketika partikel-partikel plastik mengambang hingga seukuran zooplankton dan dikonsumsi oleh hewan lain yang lebih besar, dengan cara inilah plastik masuk ke dalam  rantai makanan. Banyak dari potongan plastik ini berakhir di perut burung-burung laut dan hewan laut lain termasuk penyu. Bahan beracun yang digunakan dalam pembuatan bahan plastik dapat terurai dan masuk ke lingkungan ketika terkena air. Racun ini bersifat hidrofobik (berikatan dengan air) dan menyebar di permukaan laut. Dengan demikian plastik jauh lebih mematikan di laut daripada di darat. Kontaminanhidrofobik juga dapat terakumulasi pada jaringan lemak, sehingga racun plastik diketahui mengganggu sistem endokrin ketika dikonsumsi, serta dapat menekan sistem kekebalan tubuh atau menurunkan tingkat reproduksi.
4.      Logam berat, Keberadaan logam berat di perairan dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain dari kegiatan pertambangan, rumah tangga, limbah, buangan industri dan aliran pertanian.Sementara logam berat dalam perairan laut dapat berasal dari hasil aktivitas manusia di daratan yang kemudian masuk ke laut melalui sungai, dapat pula berasal dari atmosfir dalam bentuk partikel atau debu yang jatuh ke laut, atau dapat pula berupa hasil pengikisan oleh gelombang atau gletser dan oleh aktivitas gunung berapi. Keberadaan logam brat dalamperairan sangat membahayakan, hal ini dikarenakan logam berat akan terakumulasi pada organime, lalu transportasi logam berat akan dimediasi melalui rantai makanan sehingga menimbulkan bioakummulasi, bila terpapar dalam waktu yang lama dan dalam konsentrasi yang tinggi akan menimbulkan gejala keracunan sampai kematian. Hal ini akan mempengaruhi keberadaan biota laut dan stabilitas ekologi
5.      Sampah anorganik ke sungai, dapat berakibat menghalangi cahaya matahari sehingga menghambat proses fotosintesis dari tumbuhan air dan alga, yang menghasilkan oksigen.
6.      Berkurangnya jumlah oksigen terlarut di dalam air karena sebagian besar oksigen digunakan oleh bakteri untuk melakukan proses pembusukan sampah.bakteri anaerob akan berkembang dan daerah pesisir akan menimbulkan bau tak sedap.
7.      Deterjen salah satu bahan pencemar yang sangat sukar diuraikan oleh bakteri sehingga akan tetap aktif untuk jangka waktu yang lama di dalam air, mencemari air dan meracuni berbagai organisme air. Pertumbuhan ganggang yang tidak terkendali menyebabkan permukaan air danau atau sungai tertutup sehingga menghalangi masuknya cahaya matahari dan mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis.
8.      Material pembusukan tumbuhan air akan mengendapkan dan menyebabkan pendangkalan.
Sementara dampak dari pencemaran limbah padat seperti :
  1. Timbulnya gas beracun, seperti asam sulfida (H2S), amoniak (NH3), methan (CH4), C02 dan sebagainya. Gas ini akan timbul jika limbah padat ditimbun dan membusuk dikarena adanya mikroorganisme. Adanya musim hujan dan kemarau, terjadi proses pemecahan bahan organik oleh bakteri penghancur dalam suasana aerob/anaerob.
  2.  Dapat menimbulkan penurunan kualitas udara udara, dalam sampah yang ditumpuk, akan terjadi reaksi kimia seperti gas H2S, NH3 dan methane yang jika melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) akan merugikan manusia. Gas H2S 5 ppm dapat mengakibatkan mabuk dan pusing.
  3.  Penurunan kualitas air, karena limbah padat biasanya langsung dibuang dalam perairan atau bersama-sama air limbah. Maka akan dapat menyebabkan air menjadi keruh dan rasa dari air pun berubah.
  4. Kerusakan permukaan tanah.
5. SOLUSI PENGOLAHAN DAN PENANGANAN LIMBAH DOMESTIK.
Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:
  1. Pengolahan secara fisika
  2.  Pengolahan secara kimia
  3. Pengolahan secara biologi
Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi.
Pengolahan Secara Fisika
Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation). Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosis-nya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan dalam proses osmosa. Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan senyawa aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan tersebut. Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya sangat mahal.
Pengolahan Secara Kimia
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan hidroksiapatit. Endapan logam tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).
Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah dapat dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2), kalsium permanganat, aerasi, ozon hidrogen peroksida. Pada dasarnya kita dapat memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara kimia, akan tetapi biaya pengolahan menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia.

Pengolahan secara biologi
Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya. Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
  1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor)
  2.  Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).
Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.
Kolam oksidasi, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti Indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Di dalam lagoon yang diaerasi cukup dengan waktu detensi 3-5 hari saja.
Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain:
1. trickling filter

2. cakram biologi
3. filter terendam
4. reaktor fludisasi
Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar 80%-90%. Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:

1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;
2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.

Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis.
Sementara untuk pengolahan limbah padat dapat dilakukan dengan berbagai cara yang tentunya dapat menjadikan limbah tersebut tidak berdampak buruk bagi lingkungan ataupun kesehatan. Menurut sifatnya pengolahan limbah padat dapat dibagi menjadi dua cara yaitu pengolahan limbah padat tanpa pengolahan dan pengolahan limbah padat dengan pengolahan. Limbah padat tanpa pengolahan : Limbah padat yang tidak mengandung unsur kimia yang beracun dan berbahaya dapat langsung dibuang ke tempat tertentu sebagai TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Limbah padat dengan pengolahan : Limbah padat yang mengandung unsur kimia beracun dan berbahaya harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke tempat-tempat tertentu.
Pengolahan limbah juga dapat dilakukan dengan cara-cara yang sedehana lainnya misalnya, dengan cara mendaur ulang, Dijual kepasar loakatau tukang rongsokan yang biasa lewat di depan rumah – rumah. Cara ini bisa menjadikan limbah atau sampah yang semula bukan apa-apa sehingga bisa menjadi barang yang ekonomis dan bisa menghasilkan uang. Dapat juga dijual kepada tetangga kita yang menjadi tukang loak ataupun pemulung. Barang-barang yang dapat dijual antara lain kertas-kertas bekas, koran bekas, majalah bekas, botol bekas, ban bekas, radio tua, TV tua dan sepeda yang usang. Dapat juga dengan cara pembakaran. Cara ini adalah cara yang paling mudah untuk dilakukan karena tidak membutuhkan usaha keras. Cara ini bisa dilakukan dengan cara membakar limbah-limbah padat misalnya kertas-kertas dengan menggunakan minyak tanah lalu dinyalakan apinya. Kelebihan cara membakar ini adalah mudah dan tidak membutuhkan usaha keras, membutuhkan tempat atau lokasi yang cukup kecil dan dapat digunakan sebagai sumber energi baik untuk pembangkit uap air panas, listrik dan pencairan logam. Upaya-upaya mudah yang dapat dilakukan untuk mengurangi pengaruh limbah rumah tangga bagi lingkungan selain diatas antara lain : menggunakan produk-produk ramah lingkungan dan mengurangi sampah plastik dengan 3 R/3 M Reduce, Reuse, Recycle (Mengurangi, Menggunakan kembali, Mendaur ulang)
VI. DAFTAR PUSTAKA
Soeparman H.M. dan Suparmin, 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair, EGC, Jakarta.
Sudiarsa, I W., 2004. Air Untuk Masa Depan, PT Rineka Cipta, Jakarta.
Wardhana, W.A., 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan, Andi Offset Yogyakarta, Jakarta.
Listari dan Edward. Dampak Pencemaran Logam Berat terhadap Kualitas Air Laut dan Sumberdaya Perikanan (Studi Kasus Kematian Massal Ikan-Ikan di Teluk Jakarta). Makara, Sains, Vol. 8, No. 2, Agustus 2004: 52-58.
Bahtiyar, A. Polusi Air Tanah Akibat Limbah Industri dan Rumah Tangga Serta Pemecahannya. FMIPA Unpad. Bandung, 2007.
Kadek Diana Harmayani dan I G. M. Konsukartha, Pencemaran Air Tanah Akibat Pembuangan Limbah Domestik Di Lingkungan Kumuh Studi Kasus Banjar Ubung Sari, Kelurahan Ubung, Jurnal Permukiman Natah vol. 5 no. 2 Agustus 2007 : 62 – 108
Kementerian Lingkungan Hidup, 2002, Laporan Kegiatan Asisten Deputi Urusan Limbah Domestik Tahun 2002, Jakarta: KLH
Sumber : http://oktafianrifkicahyo.blog.com/2012/04/19/pencemaran-wilayah-pesisir-akibat-limbah-domestik-rumah-tangga/

Read more ►

PENINGKATAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MIMIKA

0 komentar
A. Pendahuluan


Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua pada dasarnya bertujuan untuk mempercepat proses pembangunan di daerah guna peningkatan kesejahteraan rakyat.
Dalam era otonomi Daerah, Pemerintah Daerah diharapkan dapat merencanakan mengelola dan membiayai pelaksanaan pembangunan daerah secara mandiri.  Setiap Pemerintah Daerah dituntut untuk kreatif mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada pada sektor-sektor pembangunan yang didukung potensi dan karakter sumberdaya wilayahnya.  Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keberlangsungan kegiatan pembangunan dan peran serta masyarakat dalam setiap proses pembangunan yang dilakukan.
Pradigma otonomi  daerah pengakibatkan penggeseran kewenangan  pengelolaan wilayah laut dari pemerintah pusat ke daerah.  Pergeseran ini membawa berbagai konsekuensi dalam pembangunan kelautan yang efisien, adil dan berkelanjutan. Keadaan yang patut dicermati adalah pasal-pasal yang mengatur kewenangan pengelolaan wilayah perairan laut di dalam skenario otda. Pada Pasal 10, disebutkan bahwa propinsi memiliki kewenangan untuk mengelola wilayah laut sejauh 12 mil dari garis pantai, sementara kabupaten/kota memiliki kewenangan untuk mengelola wilayah laut sejauh sepertiga dari batas kewenangan propinsi atau sejauh 4 mil laut. Kewenangan tersebut mencakup pengaturan kegiatan-kegiatan eksplorasi, eksploitasi konservasi dan pengelolaan kekayaan laut.
Kewenangan tersebut terwujud dalam bentuk pengaturan kepentingan administratif, pengaturan tata ruang, serta penegakan hukum. Munculnya undang-undang No. 32 Tahun 2004 ini membawa konsekuensi-konsekuensi berupa perubahan dalam tata pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan.
Kabupaten Mimika berada dipesisir selatan Provinsi Papua yang terbentuk berdasarkan PP No 54 tahun 1996 (Kabupaten Administratif) dan Undang-undang Nomor 45 tahun 1999 (Kabupaten Otonom) dengan luas wilayah 21.522 Km2, dengan letak perbatasan di bagian Utara berbatasan dengan pegunungan Kabupaten Paniai dan Puncak Jaya, Bagian Selatan berbatasan dengan laut arafuru, Bagian Barat berbatasan dengan kabupaten Fakfak, bagian Timur berbatasan dengan Kabuaten Merauke, dan memiliki 12 Distrik, 6 Kelurahan dan 76 Kampung.
Kabupaten Mimika memiliki keadaan topografi beragam mulai dari wilayah pesisir yang berupa datar dan rawa, wilayah berbukit sampai wilayah pegunungan yang diselimuti salju abadi di Puncak Jaya.  Wilayah pesisir kaya akan sumberdaya alam termasuk didalamnya laut yang berada perairan Arafuru yang kaya akan berbagai ikan dan biota laut dan dataran rendah berawa yang ditumbuhi tumbuhan bakau (mangrove) dan vegetasi sagu (Metroxylon sp).
Salah satu peran yang diharapkan dari sektor kelautan dan perikanan adalah ikut mendorong pertumbuhan ekonomi nasional guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat  bila pembangunan sektor kelautan dan perikanan dilakukan secara lebih terfokus, sistematis dan terencana, dengan menekankan pada pendayagunaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang memperhatikan terpeliharanya daya dukung ekosistem perairan dan stok sumberdaya hayati selain itu, pembangunan kelautan dan perikanan juga harus dapat menempatkan masyarakat, baik nelayan dan pembudidaya ikan serta masyarakat pesisir lainnya sebagai pelaku utama pembangunan kelautan dan perikanan
B. Permasalahan
    Permasalahan umum saat ini  dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut yang menjadi kendala dalam upaya pengelolaan secara terpadu sumberdaya pesisir dan laut dalam menopang perekonomian adalah:
    1. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia.
    Rendahnya kualitas SDM pada masyarakat pesisir erat hubungannya dengan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, baik pendidikan formal maupun non formal. Perhatian pemerintah terhadap pengembangan kualitas SDM masyarakat pesisir masih rendah dan merupakan daerah terisolisir.
    1. Belum diterapkannya penataan ruang pesisir dan laut secara baik.
    Penyusunan tata ruang wilayah pesisir dan laut sebagai salah satu usaha menekan terjadinya konflik kepentingan saat aktifitas dan jumlah orang yang memanfaatkan sumberdaya wilayah pesisir semakin hari semakin meningkat sedangkan daerah yang akan dimanfaatkan tetap dan cenderung berkurang.
    1. Pencemaran daerah pesisir dan pantai.
    Pencemaran daerah pesisir dan pantai merupakan salah satu masalah serius yang menyebabkan tidak seimbangnya ekosistem di daerah tersebut. Pencemaran bahan-bahan organik dan an organik dari limbah rumah tangga dan pertambangan akan meningkatkan eutropikasi yang menyebabkan ledakan populasi bakteri pengurai, yang akan berakhir pada peningkatan konsumsi oksigen terlarut dalam jumlah besar sehingga oksigen menjadi berkurang akan berakibat kematian ikan dan organisme yang hidup di pesisir dan pantai.
    1. Erosi dan sedimentasi pantai .
    Erosi pantai merupakan salah satu masalah serius degradasi pantai. Selain proses-proses alami, seperti angin, arus, dan gelombang, aktivitas manusia juga menjadi penyebab penting erosi pantai.  Selain itu, kegiatan reklamasi pantai dapat mengakibatkan perubahan pada lingkungan pesisir, berupa peningkatan kekeruhan air dan pengendapan sedimen
    1. Peran serta masyarakat pesisir dalam pembangunan..
    Di dalam pembangunan masyarakat pesisir sesuai sifat, situasi dan kondisi yang ada, dijumpai berbagai kendala yang cukup berat. Permasalahan tersebut antara lain daerah pesisir umumnya terisolasi, sarana dan prasarana masih terbatas, keterampilan yang dimiliki penduduk umumnya terbatas pada masalah penangkapan ikan sehingga kurang mendukung diversifikasi kegiatan. Di samping itu pendidikan dan pengetahuan masyarakat umumnya rendah
    C. Strategi  
    1. Strategi Umum
        Bertolak dengan kondisi umum, permasalahan strategi, keunggulan, kelemahan, peluang dan tantangan, visi danmisi serta pardigma penyelenggaraan otonomi khusus berdasarkan UU No. 21 tahun 2001, maka strategi kebijakan pembangunan yang akan ditempuh untuk mempercepat penyelesaian permasalahan di Papua adalah melalui Program Penanganan khusus papua, yang bertujuan mempercepat kerbedayaan masyarakat setempat agar dapat berperan serta aktif dalam proses pembangunan.
        Strategi kebijakan pembangunan daerah harus diletakkan dalam kerangka penghormatan dan pengakuan terhadap karakterisitik dan keanekaragaman masyarakat dan zona ekologis penduduk asli Papua.  Ini berarti setiap perumusan strategi kebijakan serta langkah-langkah operasionalnya sangat variatif lokal sesuai dengan kondisi obyektif wilayah budaya dan potensi alam lokal.  Langkah-langkah percepatan pemberdayaan masyarakat bertolak dari titik yang berbeda-beda, sehingga intervensi anatara satu daerah dengan daerah lainnya sangat beragam, dan target-target pencapaiannya juga berbeda.
        Dengan kondisi yang ada di Papua yang mempunyai kelemahan-kelemahan sangat sulit untuk menentukan pilihan strategi pokok.  Dari dua stategi pokok yang popular dipakai mana yang harus dipilih apakah startegi pemerataan dan strategi pertumbuhan.  Apabila memakai strategi pemerataan berarti kita harus membangun seluruh sector secara merata, hal ini mengahadapi kendala antara lain pembiayaan pembangunan.  Meskipun kita telah mendapatkan pembiayaan pembangunan  yang besar dengan ditetapkan sebagai Daerah Otonomi Khusus yang mendapat dana otonomi khusus, namun biaya tersbut belum cukup besar apabila kita harus menerapkan strategi pemerataan pembangunan di semua sector di seluruh wilayah Papua yang sangat luas, hal ini sangat tidak efisien.  Demikian pula kalai kita menerapkan strategi pertumbuhan berarti kita mengulang pembangunan decade yang lalu, yaitu terjadinya kesenjangan di berbagai hal antara lain kesenjangan antar sector, kesenjangan antar wilayah, kesenjangan pendapatan antar penduduk.
        Strategi yang paling baik dalam menghadai kondisi di Papua adalah kombinasi antara dua strategi tersebut yaitu mengkombinasikan antara pemerataan dan perrtumbuhan.  Strategi pokok tersebut didalam Pola Dasar Pembangunan Provinsi papua yaitu : Keserasian pendekatan kawasan yang bertumpu pada aspek manusia (mikro spasial)  dan pendekatan pertumbuhan yang bertumpu pada sector potensial (makro sektoral).
        2. Strategi Khusus
          Untuk selanjutnya strategi pokok tersebut dijabarkan dalam strategi-strategi khusus dan kebijakan-kebijakan yang lebih rinci sehingga dapat lebih operasional.
          Atas dasar strategi pokok tersebut, kemudaian dijabarkan kedalam strategi khusus dengan empat program prioritas, salah satunya adalah Pemberdayaan Ekonomi Rakyat.
          D. Pemberdayaan  Ekonomi Masyarakat Pesisir
            Sesuai dengan visi dan misi pembangunan yang akan datang dititik beratkan pada upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat diharapkan masyarakat pesisir tidak hanya obyek pembangunan tetapi juga harus berperan sebagai subyek pembangunan dari masyarakat untuk masyarakat.
            Pemberdayaan ekonomi masyarakat yaitu suatu kegiatan yang dibuat oleh Pemerintah dengan harapan kegiatan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi masyarakat sasaran sehingga masyarakat secara pro aktif berpartisipasi mengembangkan kegiatan-kegiatan ekonomi yaitu kegiatan yang indikatornya berupa tersalurnya tenaga kerja, meningkatnya distribusi pendapatan (income) bagi masyarakat dan Negara, terciptanya pemerataan pendapatan, sandang dan pangan, kesehatan, hubungan social, keamanan dan lainnya.
            Untuk dapat berkembang pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir ada beberapa yang dapat dilakukan yaitu :
            -          Penyediaan Informasi potensi ekonomi dan tehnologi
            -          Pendidikan dan Latihan untuk meningkatkan keteranpilan manajerial
            -          Pembangunan/ penyediaan infra struktur seperti jalan dan jemabatan, transportasi
            -          Penyediaan kredit melalui Lembaga Keuangan
            -          Penyediaan atau subsidi saranan produksi
            -          Penetapan harga minimum
            Program pemberdayaan ekonomi rakyat bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai aktivitas pembangunan khususnya di bidang ekonomi.  Pemberdayaan  ekonomi rakyat dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, memperkuat basisi ekonomi daerah dan pemanfaatan sumberrdaya daerah secara efesien dan berkelanjutan.  Mendorong usaha kecil, menengah dan koperasi untuk berkembang dan berperan dalam pembangunan ekonomi, serta mampu mendorong berkembangnya ekonomi daerah dan mampu pula menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha.  Kesempatan dan lapangan kerja difokuskan pada upaya menjadikan masyarakat Papua mampu mengelola sumber daya alam. 
            E. Pembangunan Kelautan
              Profil pembangunan kelautan Indonesia ke depan adalah suatu sistem pembangunan yang memanfaatkan ekosistem laut beserta segenap sumberdaya yang terkandung di dalamnya untuk kesejahteraan bangsa secara berkelanjutan(on a sustainable basis).
              Profil pembangunan bidang kelautan dapat dijabarkan ke dalam lima tujuan yang harus dicapai, yaitu: (1) meningkatnya kesejahteraan masyarakat pesisir, (2) meningkatnya peran sektor kelautan seba-gai sumber pertumbuhan ekonomi, (3) peningkatan gizi masyarakat melalui peningkatan konsumsi ikan, (4) pemeliharaan dan peningkatan daya dukung serta kualitas lingkungannya, dan (5) peningkatan peran laut sebagai pemersatu bangsa.
              Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut Kabuapten Mimika antara lain:
              1. Penataan Ruang, yang meliputi dua aspek penataan ruang sejalan dengan perundangan di atas, yaitu berkaitan dengan pengaturan fungsi-fungsi pesisir pantai serta penetapan kriteria penentuan dan perubahan fungsi tata ruang kawasan/lahan dalam rangka penyusunan rencana tata ruang.
              2. Lingkungan, terutama dimensi persoalan lingkungan pesisir tidak bisa di lihat pada kondisi lokal namun menyangkut sistem yang luas, dalam hal keterkaitan ekosistem yang lebih luas. Dari sudut lingkungan wilayah pesisir Kabupaten Mimika sangat rentan terpengaruh terhadap arus perubahan kegiatan perkotaan dan masyarakatnya.
              3. Permukiman, khususnya permukiman di wilayah pesisir pada beberapa distrik melalui suatu perencanaan sehingga menciptakan pola pemukiman yang sesuai dengan tata ruang untuk pemukiman wilayah pesisir.
              4. Sarana dan prasarana, terutama sarana dan prasarana umum yang terbangun di kawasan pesisir masih belum seimbang.
              5. Sumber air bersih, yaitu perlu adanya pemikiran-pemikiran pengembangan teknologi terapan untuk mengatasi kelangkaan air bersih dalam perencanaan pengembangan kawasan pesisir  yang semakin lama akan semakin padat.
              6. Pariwisata, yaitu kegiatan pariwisata harus dikelola dengan baik dan menempatkan masyarakat setempat sebagai bagian dari pelaku kegiatan.
              F.  PENUTUP
                Berhasilnya pembangunan daerah di Kabupaten Mimika khususnya masyarakat pesisir sangat tergantung pada perencanaan yang tepat dan peran serta masyarakat dalam menyelenggarakan pembangunan di kabupaten Mimika untuk peningkatan kesejahteraan yang lebih baik.
                Jika cita-cita pembangunan kelautan seperti yang kita inginkan di atas dibandingkan dengan pencapaian (kinerja) pembangunan selama ini, maka dapat disimpulkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi agar sektor ini dapat berperan lebih besar dan signifikan guna memperkokoh perekonomian nasional dalam mewujudkan bangsa Indonesia yang maju, mandiri, adil dan makmur
                oleh : Yani Fithriyani (Kasubbid Promosi dan Investasi pada Bidang Penanaman Modal Bappeda Kab. Mimika)
                Sumber : http://www.mimikakab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=29:pembangunan-mas..
                Read more ►

                MANAJEMEN KONFLIK DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR

                1 komentar
                Menyadari kondisi saat ini, rasanya kita tidak percaya negara Indonesia yang begitu luas, namun masih tertinggal dalam pengelolaan kawasan pesisirnya. Kawasan pesisir di Indonesia masih “dilabelkan” sebagai masyarakat miskin yang marginal, memiliki karakter yang keras dan cendrung terlibat konflik dalam penyelesaian berbagai masalah serta rumitnya menyelesaikan sejumlah konflik yang terjadi di Indonesia. Oleh sebab itu pengembangan wilayah pesisir di Indonesia seyogianya dapat mengelola sejumlah konflik yang akan muncul dan menjadikan konflik “fungsional” sebagai faktor pendukung dalam pembangunan. 

                Mengulang romantisme dari anak bangsa yang dahulunya bersahabat dengan laut digambarkan lewat lagu “Nenek moyangku seorang pelaut” karena para leluhur bangsa tinggal dan menetap di wilayah pesisir dengan menjadikan laut sebagai sumber kehidupan. Nyiur melambai terpaan angin laut dan ikan yang berlimpah, memiliki sejumlah pelaut yang tangguh walaupun hanya mengunakan sejumlah perahu tradisional, tangkas mengarungi samudera demi kelangsungan kehidupan. Namun berita hari ini, masyarakat nelayan di pesisir pantai sudah tidak lagi diberkahi oleh hasil kekayaan lautnya, sebagaimana dalam kutipan lagu Iwan Fals “tak biru lagi lautku”.

                POTENSI KONFLIK TATA BATAS LAUT DI INDONESIA

                Potensi kelautan di Indonesia telah memberikan kontribusi rata-rata sebesar 7 % terhadap Gross Domestic Product (GDP) sejak tahun 1983 – 1986. Pada tahun 1980 hanya sebesar 12 % masyarakat yang memanfatkan laut sebagai sumber pendapatan sedangkan pada tahun 1990 aktivitas masyarakat meningkat menjadi 24 %. Hal ini menandakan besarnya potensinya pengembangan dikawasan pesisir sebagai sumber pendapatan bagi rumah tangga Indonesia. Karena kawasan pesisir cukup potensial untuk menopang perekonomian makro Indonesia maka pengelolaan kawasan pesisir betul – betul diharapkan mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang saat ini tengah terancam oleh nelayan – nelayan asing dalam mengeksploitasi lautnya.

                Sebut saja sector perikanan sebagai potensi ekonomi kawasan pesisir. Sumber daya perikanan terdiri dari sumber daya ikan, sumber daya lingkungan serta sumber daya buatan. Pengelolaan sumber daya perikanan mencakup penataan pemanfaatan sumber daya ikan, pengelolaan lingkungannya serta pengelolaan kegiatan manusia. Makanya pengelolaan sumber daya ikan adalah manajemen kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumber daya ikan dengan memaksimalkan potensi kawasan pesisir bagi berbagai kepentingan yang lebih besar. 
                Program kawasan pesisir dapat berjalan apabila mampu meminimalkan segala konflik kepentingan (conflict interested). Konflik kepentingan ini bukan hanya melibatkan antar batas-batas kabupaten/kota akan tetapi juga antar batas Negara – Negara bertetangga. Oleh karenaya sangat penting sekali keterlibatan semua stakeholder mulai dari level bawah hingga level paling atas, disamping adanya kepastian hukum antar Negara dalam menanggulangi konflik kepentingan di kawasan pesisir, seperti Negara Indonesia dengan Malaysia, Timor timur, Australia.

                POTENSI KONFLIK KEHIDUPAN MASYARAKAT PESISIR

                Indonesia memiliki kawasan pesisir yang sangat luas yang dihuni sekitar 2 juta nelayan dan petambak dan diperkirakan 60% dari nelayan di desa rata-rata pendapatannya masih dibawah kebutuhan minimalnya. Sangat ironis sekali dengan potensi yang begitu besar saat ini masih banyak penduduk desa pantai yang memiliki taraf hidup tergolong rendah, tumbuh dan hidup dalam lingkaran antar konflik kepentingan antara patron dan klien.
                Pengelolaan dan pengembangan potensi perikanan dan kelautan dikawasan pesisir ke depan harus berpihak kepada nelayan kecil yang hidup di sekitar pantai agar terjadi peningkatan pendapatan mereka. Optimalisasi dan keberlanjutan dalam pemanfaatan sumber daya perikanan perlu ditekankan agar pengalaman buruk kerusakan sumber daya di daratan seperti sumber daya hutan tidak terulang lagi.

                POTENSI KONFLIK DALAM BUDAYA INDONESIA

                Indonesia memiliki banyak ragam bangsa dan rumit sehingga sangat potensial lahirnya konfik. Bangsa Indonesia Memiliki 656 Suku bangsa yang menyebar dari Sabang hingga Merauke. Berbagai Suku bangsa ini mendiami 30 ribu pulau dan kepulauan yang satu atau lainnya dipisahkan oleh lautan dan pegunungan. Belum lagi segi etnik, belum lagi agama dimana Negara “mengakui 5 agama resmi”. Keragaman tersebut hanya dibingkai dengan kata-kata ajaib “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tapi satu yang kini semakin berkurang daya lekatnya. Hal ini seiring dengan era otonomi daerah yang ditafsirkan dalam pengutan rasa etnis, suku, ras bahkan agama dalam arti sempit (primordial). Maka peningkatan jumlah rasio terjadinya konflik di masing-masing wilayah baik secara vertical ataupun horizontal juga akan dipicu oleh perbedaan budaya, etnis, suku dan agama dsb.

                POTENSI KONFLIK PESISIR DAN KELAUTAN DI SUMATERA BARAT

                Provinsi Sumatera Barat terletak di sisi barat pulau Sumatera, dengan luas wilayah 4,2 Juta Ha, jumlah penduduk 4,54 juta jiwa. Terdapat 12 Kabupaten, 7 Kota dan 120 Kecamatan, 1.766 desa dan 398 Kelurahan (BPS Sumatera Barat, 2005). Memiliki garis pantai sepanjang 1.133 Km (Syarief, 2005 dan Bappeda Kepulauan Mentawai, 2004) meliputi wilayah pantai di pulau Sumatera (375 Km) dan Kabupaten Kepulauan Mentawai (758 Km). Sumber daya pesisir dan laut di wilayah Sumatera Barat mempunyai potensi untuk dikembangkan. Hal ini terlihat dari data produksi ikan laut tahun 2003 sebesar 98.431 Ton meningkat menjadi 102.368 Tahun 2004. hal ini lebih disebabkan semakin diliriknya para oleh para investor dalam pengelolaan wilayah laut di Sumatera Barat (Bachtiar, 2005)
                Pengelolaan kawasan pesisir secara top down telah menimbulkan sejumlah konflik terbuka dibeberapa wilayah ataupun konflik latent yang siap meledak kalau tersentuh pemicunya (Walhi Sumbar, 2000). Munculnya konflik dalam pengelolaan kawasan pesisir juga di sebabkan oleh ketidak-percayaan masyarakat terhadap keberhasilan program ”apabila” dilaksanakan oleh pemerintah. Kita tidak bisa menutup mata adanya gejolak, pandangan sinisme atau kecemasan tertentu bagi masyarakat penerima program yang selama ini masyarakat pesisir dianggap marginal. 

                Potensi konflik dalam pengelolaan kawasan pesisir di Sumatera Barat, akan lebih banyak disebabkan oleh permasalahan tata batas, kepemilikan tanah dan tata ruang dan perangkat hukum sehingga lahirlah rasa kecemasan terhadap program di kawasan pesisir. Kekhawatiran masyarakat pesisir tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

                1. Kekhawatiran terhadap wilayah pesisir yang berpotensi melahirkan kepemilikan baru terhadap tanah/lahan masyarakat.
                2. Kekhawatiran terhadap rencana pemerintah yang akan membangun infrastruktur/fasilitas umum dengan cara melibatkan kepemilikan baru terhadap tanah/lahannya.
                3. Kekhawatiran sistem kompensasi (ganti rugi) pembangunan infra struktur umum yang berpotensi melibatkan kepemilikan baru tanah/lahan masyarakat pesisir.
                4. Kekhawatiran terhadap okupasi sepihak oleh pihak – pihak tertentu atas tanah/lahan masyarakat pesisir.
                5. Ketidakjelasan penjaminan pemerintah atas hak milik atau ulayat tanah/lahan masyarakat pesisir.
                6. Kekhawatiran terhadap rencana pemerintah membangun green belt (zona penyangga hijau) untuk menanggulagi bencana Tsunami, yang melibatkan tanah/lahan kepemilikan masyarakat pesisir.
                7. Kekhawatiran adanya “pemaksaan” program yang melibatkan masyarakat pemilik tanah/lahan saja di masyarakat pesisir.
                8. Ketakutan masyarakat bahwasanya program pengembangan kawasan pesisir hanya proyek dan pencapaian target dari instansi pemerintah, yang hanya akan memperkaya para pelaksana saja.
                9. Kekhawatiran terhadap penanganan tanah/lahan kepemilikan yang di dominasi melalui konsultasi dengan “pihak-pihak tertentu” saja yang belum jelas mewakili aspirasi masyarakat yang mana dan tipologi kasus kepemilikan tanah/lahan masyarakat seperti apa?

                PERLUNYA MENAJEMEN KONFLIK DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR DI SUMATERA BARAT.
                Suatu pertanyaan klasik yang sering muncul adalah kenapa perlunya menajemen konflik dalam pengembangan kawasan pesisir di Sumatera Barat, jawabnya adalah agar program pengembangan kawasan pesisir tersebut berhasil di implementasikan sesuai dengan tujuan dan sasaran program. Selama ini perencanaan dan pelaksanaan program, cendrung mengabaikan terjadinya pertentangan dalam masyarakat, konflik dianggap “ceterus paribus” padahal dalam kenyataanya masyarakat cendrung mengalami konflik dalam struktur sosial. Oleh karenanya diperlukan keterampilan menajemen (planning, organizing, directing and controlling) untuk reduksi sejumlah konflik kepentingan dikawasan pesisir melalui program yang lebih berbasis “resolusi” kepada masyarakat sehingga tercapainya sasaran program. 

                Dalam perspektif konflik, masyarakat mempunyai sisi ganda yakni memiliki sisi konflik dan sisi kerja sama. Konflik tersebut dapat fungsional apabila pertentangan-pertentangan tersebut dilembagakan secara efektif, dimana manfaat positif konflik akan membantu memperkuat struktur sosial dan bila terjadi secara negatif akan memperlemah daya rekat masyarakat.
                Dari pemikiran Dahrendorf dan Coser, Menajemen konflik dapat dibangun atas asumsi dasar masyarakat dikawasan pesisir sebagai berikut:
                1. Masyarakat pesisir, berpotensi untuk mengalami perubahan, proses perubahan sosial dapat terjadi dimana dan kapan saja.
                2. Masyarakat pesisir selalu mengalami konflik sosial dan terjadinya perpecahan kapan dan dimana saja.
                3. Setiap elemen dalam masyarakat pesisir menyumbang disintegrasi dan membawa perubahan.
                4. Setiap masyarakat dikawasan pesisir dipaksa untuk tunduk yang didasarkan pada keberadaan orang yang berkuasa.
                5. Konflik realistik dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk mencapai tujuan, seperti aksi mogok kerja misalnya dilakukan karena ingin menuntut upah yang lebih baik. Sedangkan konflik non realistik berupa konflik pengambinghitaman.

                Kembali diliriknya kawasan pesisir dan laut dalam pembangunan di Indonesia akan mengundang banyak kepentingan dalam pengembagan kawasan tersebut. Banyaknya kepentingan yang harus akomudir baik yang berasal dari masyarakat lokal, pemerintah daerah bahkan hubungan antar negara membuat pelaksanaan program pengembangan kawasan pesisir dan laut menjadi sumber konflik. Hal ini dikarenakan Indonesia sangat banyak sumber – sumber pemicu terjadinya konflik. Oleh karena itu sangat di perlukan menajemen konflik dalam pengembangan kawasan pesisir dan laut di Indonesia, namun menajemen tersebut hanya akan berjalan apabila analisis konflik mampu memberikan formulasi yang tepat. Untuk itu analisa konflik lebih mengakar pada lokal spesifik dan lokal solusi dan diperlukan pihak luar sebagai negositor atau mediasi konflik tersebut.


                *Direktur Executiva Pioda, Sekjen Alumni Sosiologi Universitas Andalas dan Dosen Luar Biasa di Fakultas Ekonomi Universitas Andalas





                Sumber : http://pioda.multiply.com/reviews/item/7
                Read more ►
                 

                Copyright © ORANG PESISIR INDONESIA Design by O Pregador | Blogger Theme by Blogger Template de luxo | Powered by Blogger